ARTIKELArtikel GuruFikih Keluarga

Bolehkah Menangguhkan Shalat?

bolehkah-menangguhkan-shalat

Ibu Fulan baru saja dikarunia seorang putra, tak ayal bertambahlah kesibukan sang ibu, sang ibu harus mengurus dan merawat buah hatinya yang baru menyapa dunia, belum lagi mengurus ketujuh anak lainnya yang telah lebih dahulu menghirup udara dunia. Sang bapak pun ikut-ikutan kerja siang malam untuk menafkahi istri dan anak-anaknya.

Kisah di atas adalah sekelumit kisah dari kisah-kisah rumah tangga yang terkadang kesibukan suami atau istri dijadikan alasan untuk menangguhkan shalat yang telah tiba waktunya. Bolehkah kesibukan dijadikan alasan untuk menangguhkan shalat?

Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami terlebih dahulu arti dari menangguhkan shalat. Menangguhkan shalat adalah menunda pelaksanaan shalat yang telah tiba waktunya. Menangguhkan shalat ada dua macam, yaitu menangguhkan pelaksanaan shalat hingga sebelum berakhirnya waktu shalat, dan menangguhkan pelaksanaan shalat hingga berakhirnya waktu shalat.

Pertama : menangguhkan shalat hingga berakhirnya  waktu shalat

Shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya. Tidak boleh melaksanakan shalat sebelum masuk waktunya dan tidak boleh juga melaksanakan shalat setelah waktu shalat habis.

Syeikh Abu Malik Kamal bin Sayid As Salim berkata, “Telah kita ketahui, bahwa para ulama sepakat atas ketidaksahan shalat seseorang yang menyengaja shalat sebelum masuk waktunya, demikian juga orang yang menyengaja untuk shalat setelah keluarnya waktu shalat, maka shalatnya juga tidak sah.” (Shahih Fikih Sunnah I/258)

Allah berfirman:

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” ( Q.S. An Nisa’ : 103)

Seorang muslim dituntut untuk melaksanakan shalat di waktu-waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Karena waktu adalah hal terpenting  bahkan syarat sah shalat seseorang. Karenanya, shalat dhuhur harus dilaksanakan setelah tergelincirnya matahari hingga bayangan benda sama panjang dengan benda aslinya. Shalat ashar  harus dilaksanakan setelah bayangan benda lebih panjang daripada benda aslinya hingga tenggelamnya matahari. Shalat maghrib harus dilaksanakan setelah tenggelamnya matahari hingga hingga hilanganya senja merah. Shalat isya harus dilaksanakan dari hilangnya senja merah hingga terbitnya fajar subuh. Dan shalat shubuh harus dilaksanakan dari terbitnya fajar shodiq hingga terbitnya matahari.

Allah telah menyiapkan pahala dan keutamaan-keutamaan bagi yang melaksanakan shalat pada waktunya.

Lihatlah, bagaimana Allah memuji orang-orang yang melaksanakan shalat pada waktunya, Allah berfirman:

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (Q.S. Al Ma’arij : 34)

Ibnu Mas’ud menegaskan, “Yaitu pada waktu shalat yang telah ditentukan”.

Bahkan melaksanakan shalat pada waktunya merupakan amalan yang paling utama dan dicintai Allah, dalam sebuah hadits disebutkan:

Dari Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridhoinya- berkata, “Aku bertanya kepada Nabi -shalallohu alaihi wa sallam-, “Amalan apa yang paling dicintai Allah?”, Beliau -shalallohu alaihi wa sallam- menjawab, “Shalat pada waktunya”, aku berkata, “Kemudian apa lagi?”, beliau -shalallohu alaihi wa sallam- menjawab, “Berbakti kepada orang tua”, aku berkata, “Kemudian apa lagi?”, beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”. (H.R. Bukhari 527)

Bagaimana jika seseorang menangguhkan shalat hingga berakhirnya waktu shalat tanpa alasan syar’i?

Tidak diragukan, bahwa menangguhkan shalat hingga berakhirnya waktu shalat tanpa alasan syar’I maka pelakunya terancam oleh firman Allah:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤)الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (٥)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”. (Q.S. Al Ma’un :  4-5)

Bahkan, orang yang menangguhkan shalat hingga keluar waktu shalat, pada hakikatnya dia telah melakukan dosa besar. Allah berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (Q.S. Maryam : 59)

Sebagian salaf menafsirkan, bahwa maksud “menyia-nyiakan shalat” adalah mengerjakan shalat di luar waktu yang telah ditentukan.

Kapankah seseorang boleh menangguhkan shalat hingga keluar waktu shalat?

Ada beberapa sebab yang membolehkan seseorang menangguhkan shalat hingga keluar waktunya. Di antaranya:

  1. Ketiduran atau lupa

Jikalau seseorang ketiduran atau lupa hingga waktu shalat habis, sedangkan dirinya belum melaksanakan shalat, maka dia tidak berdosa. Namun, dia berkewajiban untuk mengqadha’ shalat yang terlewatkan saat dia bangun tidur atau saat dia ingat.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi -shalallohu alaihi wa sallam-:

مَنْ ناَمَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهاَ إِذاَ ذَكَرَهَا  لاَ كَفَارَةَ عَلَيْهِ إِلاَّ ذَلِكَ

“Barangsiapa ketiduran tidak shalat atau lupa tidak shalat, maka hendaklah dia shalat saat dia ingat, tidak ada kafarah atasnya kecuali qadha'” (H.R. Bukhari 597)

2. Terpaksa

Jika seseorang dipaksa untuk meninggalkan shalat, dilarang untuk shalat dengan isyarat, atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak memungkinkan baginya shalat, maka dia termasuk orang yang mendapatkan keringanan untuk menangguhkan shalat hingga habis batas waktu yang ditentukan. Namun, jika dia mampu mendirikan shalat meskipun dengan isyarat, maka wajib baginya untuk shalat pada waktunya dan tidak ada kewajibab atasnya untuk mengulangi shalat yang dia kerjakan hanya dengan isyarat.

3. Menjama’ dua shalat

Orang yang menjama’ dua shalat dengan jama’ ta’khir, maka dia mengerjakan shalat pertama di waktu shalat kedua. Bentuk pelaksanaan shalat ini, seakan-akan dia menangguhkan shalat yang telah tiba waktunya hingga keluar waktu shalat yang telah ditentukan.

4. Takut yang berlebih

Jika seseorang sedang ketakutan yang berlebih, sehingga dia tidak mampu shalat meskipun hanya dengan hatinya, maka dia mendapatkan keringanan untuk menangguhkan shalat meskipun sampai habis waktu yang telah ditentukan, karena jika dia nekat untuk shalat, maka dia tidak menyadari apa yang dia ucapkan dan lakukan, seperti halnya Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- yang shalat ashar saat tenggelamnya matahari saat perang Khandak.

Kedua : menangguhkan shalat hingga sebelum berakhirnya waktu shalat

Jika ada yang bertanya, “Bukankah waktu shalat merupakan kewajiban yang luas waktunya?, bisa dikerjakan selama  batasan waktu yang telah ditentukan syariat masih ada?”

Jawabannya, “Ya, memang benar, bahwa shalat itu kewajiban yang luas waktunya, artinya boleh dikerjakan di akhir waktu. Namun, perlu kita ketahui, bahwa mengerjakan shalat di awal waktu adalah sebuah keutamaan, kecuali shalat isya’, shalat isya dianjurkan untuk diakhirkan jika memang tidak menyebabkan terlewatkannya shalat isya’ dan jama’ah”.

Bahkan Anas bin Malik memandang, bahwa menangguhkan shalat yang telah tiba waktunya hingga sebelum waktu shalat habis adalah perbuatan yang menyelisihi petunjuk Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- dan merupakan salah satu bentuk penyia-nyiaan terhadap ibadah shalat.

Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Zuhri berkata, “Aku mendatangi Anas bin Malik saat beliau di Damasykus, saat itu beliau menangis, lalu aku bertanya kepadanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?”, Beliau menjawab, “Sekarang ini aku tidak menemukan sebuah perkara yang aku temukan pada zaman Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- kecuali tinggal perkara shalat saja, namun shalat sekarang ini telah disia-siakan”. (H.R. Bukhari : 530)

Kapan seseorang boleh menangguhkan shalat hingga sebelum waktu shalat ? dan bagaimana hokum shalatnya?

Secara umum, shalat yang dikerjakan bukan di awal waktu itu sah, namun dia tidak mendapatkan pahala keutamaan shalat di awal waktu, kecuali ada alasan syar’i yang mengharuskan dia untuk menunda pelaksanaan shalat dari awal waktu. Di antara sebab tersebut adalah:

  1. Jika menangguhkan shalat dari awal waktu itu lebih baik, lebih sempurna dan lebih khusyu’ maka diperbolehkan seseorang menangguhkan shalat dari awal waktu. Sebagai contoh, seorang yang sedang dalam perjalanan dan bersamaan dengan masuknya waktu shalat, jika dia shalat di awal waktu, maka dia harus bertayammum karena tidak ada air, namun, jika dia tunda, maka dia bisa mengerjakan shalat dengan berwudhu dan masih bisa shalat di waktu yang ditentukan, maka dia boleh menangguhkan shalat.
  2. Jika dia sedang melakukan sebuah pekerjaan yang jika dia tinggalkan untuk shalat di awal waktu, maka bisa menyebabkan dia melanggar batasan agama lainnya. Misalnya, seseorang yang menggembala kambing, saat tiba waktu shalat, kambing-kambing mendekati tanaman tetangga, jika dia tinggalkan untuk shalat di awal waktu, maka kambing-kambingnya akan merusak tanaman tersebut, karenanya, dia boleh menangguhan shalat dari awal waktu, selama tidak sampai keluar dari waktu yang ditentukan oleh syariat. Wallahu A’lam. (Ditulis oleh : Agus Susehno, Lc)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button