ARTIKELArtikel GuruFikih Keluarga

Pacaran Berkedok Ta’aruf

Pacaran Berkedok Ta’aruf

“Ukhti ana ingin sekali memiliki Istri yang cerdas, yang baik ahklak dan agamanya seperti anti, maukah ukhti berta`aruf dengan ana?”

 

Dag dig dug hati seorang wanita bahkan meronta-ronta gembira saat membuka inbox atau dinding di akun facebook, ia menemukan kata-kata di atas atau semisalnya. Akhirnya, gayung pun bersambut. Sang akhwat pun mulai kirim pesan atau sekedar bertanya, sudah makan wahai akhi, sudahkah antum tidur akhi, atau ucapan have a nice dream dan seterusnya. Jika ditanya, mereka akan menjawab, “Kami sedang ta’aruf, kami ingin saling mengenal, dan kami masih menjaga batas-batas syariat, karena kami tidak berkhulwat dan  belum sampai bertemu, hanya sekedar kirim pesan lewat akun facebook aja”. Inilah fenomena yang banyak terjadi akhir-akhir ini, bahkan banyak para jilbaber atau alumni pondok pesantren yang juga ikut-ikutan.

Yang menyisakan pertanyaan adalah, apakah hal seperti ini itu boleh?! Apakah termasuk cara ta’aruf syar’i ataukah justru termasuk pacaran yang berkedok ta’aruf?!

Untuk mengulas beberapa permasalahan ini, maka kita harus mengetahui beberapa poin berikut ini.

Hakikat ta’aruf

Ta’aruf adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang ingin menikah. Jika di antara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang pernikahan namun jika tidak maka proses pun berhenti dan tidak berlanjut.

Islam tidak melarang ta’aruf, dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ أَرَادَ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَأَةً فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

Dari Anas bin Malik bahwa Al Mughiroh bin Syu’bah ingin menikah seorang wanita, maka Rasulullah -shalallohu alaihi wa sallam- berkata kepadanya, “Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua”. (diriwayatkan oleh Ibnu Majah no 1938 dan dishahihkan oleh syeikh Al Albani dalam shahih Ibnu Majah)

Hadits ini mengisyaratkan pentingnya mengenal wanita yang hendak ia nikahi, yaitu dengan melihatnya. Melihat di sini, tentunya adalah salah satu tahapan ta’aruf.

Syeikh Assa’di -rahimahulloh- menegaskan, “Bahkan syari’at telah membolehkan untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya agar ia berada di atas ilmu tentang wanita yang akan dinikahinya” (Tafsir As sa’di I/164)

Rambu-rambu Ta’aruf

Ta’aruf bukanlah pernikahan yang menghalalkan apa yang dihalalkan bagi pasangan suami istri. Ta’aruf hanyalah proses pra pernikahan, maka selama akad nikah belum diikrarkan, maka mereka berdua adalah dua orang yang bukan mahram harus menjaga ada-adab islam.

Namun, belakangan ini, ta’aruf mengalami penyempitan makna, karena telah diselewengkan kepada makna pacaran yang jelas-jelas diingkari oleh islam. Islam tidak mensyariatkan pacaran untuk menempuh ke jenjang pernikahan. Namun islam mensyariatkan ta’aruf sesuai batasan-batasan syariat. Ta’aruf yang benar adalah dengan langkah sebagai berikut:

Pertama           : Pihak lelaki mencari keterangan tentang biografi, karakter, sifat, atau hal lain pada wanita yang ingin ia pinang  melalui seseorang yang mengenal baik tentangnya demi maslahat pernikahan. Bisa dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang, seperti istri teman atau yang lainnya. Demikian pula dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berkeinginan meminang dapat menempuh cara yang sama.

Dalam menempuh langkah pertama ini, perlu memperhatikan beberapa perkara antara lain:

a. Tidak berkhulwat (berdua-duaan) dalam mencari informasi secara langsung dari wanita terkait dan sebaliknya. Nabi r menegaskan :

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ

Dan janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahromnya ( HR Al-Bukhari no 3006 dan Muslim 1341)

Kemudian Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- kembali menjelaskan hikmah dari larangan ini dalam sabdanya:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَانُ

Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali syaitan adalah orang ketiga di antara mereka berdua HR Ahmad 1/18, Ibnu Hibban (lihat shahih Ibnu Hibban 1/436)

b. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjeremuskan seseorang ke kubangan perzinahan apalagi perbuatan zina itu sendiri dengan berbagai macam bentuknya.

كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Telah ditulis bagi tiap anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan melakukan, yaitu kedua mata berzina dengan memandang, kedua telinga berzina dengan mendengar, lisan berzina dengan berbicara, tangan berzina dengan memegang, kaki berzina dengan  melangkah,  sementara qolbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkannya atau mendustakannya.” (diriwayatkan oleh Shahih Targhib wa tarhib II/398)

c. Tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita bukan mahram)

Kedua  : Setelah menemukan kecocokan dan sebelum khitbah, maka bagi lelaki disunnahkan melihat wanita yang ingin ia nikahi. Hal ini karena bermodalkan informasi saja terkadang tidak cukup, karena kondisi seseorang atau kecantikan seseorang itu relatif. Bisa saja cantik menurut kacamata seseorang, namun tidak cantik menurutnya. Sehingga syeikh utsaimin menegaskan, “Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang yang lain”. (Syarhul Mumti’ XII/20)

Saat seorang lelaki ingin wanita yang akan ia khitbah, maka ia harus memperhatikan rambu-rambu nadzor yang telah dijelaskan oleh syeikh Utsamin dalam Syarhul Mumti’ XII/22 sebagai berikut :

a. Tidak berkholwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.

Untuk menjauhi kholwat ketika nadzor, maka ia bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani wali si wanita atau jika tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di tempat di mana ia sering melalui tempat tersebut.

b. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat, karena nadzor (memandang) wanita ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya.

c. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.

d. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak  dari tubuh sang wanita, seperti muka, telapak tangan, leher, dan kaki.

e. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.

f. Hendaknya sang wanita yang dinadzornya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya.

Bolehkah Ta’aruf via Facebook?

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa hukum asal facebook adalah mubah. Namun, ia bak pisau bermata dua. Artinya, jika tidak digunakan sebagaimana mestinya, bisa saja pisau tersebut menyembelih si empunya. Jika seseorang memandang dirinya lemah, tidak mampu menggunakan dalam kebaikan, maka meninggalkan facebook tentunya lebih utama, apalagi ketika seseorang membuka facebook, minimal ia akan melihat wanita-wanita bukan mahram yang pamer aurat.

Lalu bagaimana jika digunakan sebagai sarana ta’aruf?

Jika kita mau mencermati, niscaya kita dapatkan bahwa facebook memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

  • Rawan tipuan, karena kebenaran biodata, foto, dan data-data lainnya berkaitan dengan pemilik akun tersebut tidak bisa dijamin kebenarannya. Siapa sangka pemilik akun berbeda dengan aslinya. Selain itu, kebenaran dan ketulusan niat mereka dalam berta’aruf juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sungguh banyak sekali, ikhwan-ikhwan yang hanya uji coba atau iseng belaka atau mungkin hanya ingin mempermainkan si wanitanya. Bahkan yang lebih parah lagi, banyak juga para lelaki yang menyamar sebagai wanita dalam akun facebook kemudian mengikuti grup-grup facebook khusus bagi wanita.
  • Khulwat, karena tidak jarang antara dua orang lawan jenis yang saling kirim data, pesan, atau bahkan mungkin memanfaatkan video call yang disediakan oleh facebook. Tentunya hal ini lebih bahaya daripada pertemuan langsung, karena khulwat via facebook lebih tersembunyi dan lebih leluasa untuk menyampaikan apa yang ia kehendaki.
  • Zina, sudah kita sebutkan di atas, bahwa di antara syarat ta’aruf adalah tidak melakukan perzinahan dengan segala macam bentuknya. Tadi kita sebutkan, bahwa kedua mata berzina dengan memandang, padahal facebook banyak menyuguhkan fasilitas kirim foto dan video. Kedua telinga berzina dengan mendengar, padahal facebook pun bisa saling mendengarkan suara tanpa didengar oleh orang lain. Lisan berzina dengan berbicara, padahal facebook juga memberikan fasiltas untuk saling berbicara. Kalaupun semua ini tidak ada, maka minimal qolbu seseorang telah berzina, karena telah berangan-angan.

Ketiga hal ini mungkin bisa dikatakan tidak mungkin terlepas dari facebook yang digunakan sebagai sarana ta’aruf. Sehingga, jika tiga hal ini ada atau syarat-syarat ta’aruf di atas belum terpenuhi maka menggunakan facebook sebagai sarana ta’aruf tidak boleh. Kecuali jika seseorang bisa menjamin bisa bersih dari tiga hal ini dan bisa memenuhi syarat-syarat ta’aruf diatas. Dan hal ini menurut hemat penulis, adalah sesuatu yang bisa dikatakan  jarang terjadi atau bahkan mustahil.

Demikian, semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk istiqomah dalam menjalankan semua syariat islam yang sempurna ini. Wallahu a’lam. (Ditulis oleh : Agus Susehno, Lc)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button