“Bu, sebentar bu, masih dingin, lagian kan masih panjang waktu salatnya”, di rumah lainnya terdengar, “Ibu nih, lagi seru-serunya diganggu”, di kamar lain terdengar, “Aku gak mau salat, bikin capek aja”.
Ungkapan-ungkapan di atas terkadang bahkan mungkin sering kita dengar sebagai orang tua dalam mendidik dan melatih anak-anak kita untuk salat. Ada yang membantah, ada yang bermalas-malasan, ada yang menunda-nunda, ada pula yang memenuhi panggilan ibunya untuk salat namun bercanda ria saat salat.
Di sisi lain, kita dapatkan banyak sekali orang tua yang begitu perhatian dengan pendidikan formal, mendidik mereka mampu membaca, menulis, dan berhitung. Mereka rela mengantar di pagi hari dan menjemput di siang hari bahkan sore hari. Namun, sedikit sekali dari mereka yang perhatian terhadap pendidikan anak untuk salat.
Siapakah yang salah? Anak yang bandel ataukah orang tua yang lalai? Dan kapan seharusnya anak dididik dan dilatih salat? Haruskah menunggu berumur tujuh tahun baru diajari tata cara salat?
Pertanyaan-pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Rasulullah -shalallohu alaihi wa sallam- dalam sabdanya :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak salat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur” (diriwayatkan oleh Abu Dawud II/167)
Dari hadits ini bisa diambil beberapa pelajaran, yaitu :
Pertama : Mendidik anak untuk salat adalah kewajiban orang tua.
Anak adalah amanah di benak orang tua. Maka, mendidik anak merupakan kewajiban orang tua karena termasuk pelaksanaan amanah. Terlebih khusus mendidik anak untuk salat, karena ada perintah langsung dari Rasulullah r untuk memerintahkan anak salat. Dalam hadits disebutkan “perintahkanlah”, kalimat ini disebutkan dengan kalimat perintah, dan kalimat perintah menunjukkan wajibnya perkara yang diperintahkan.
Imam Asy Syaukani berkata, “Hadits di atas menunjukkan wajibnya orang tua memerintahkan anaknya untuk salat …” ( Nailul Author II / 377)
Syeikh Izzuddin bin Abdus Salam berkata, “Hadits ini adalah perintah untuk para wali bukan perintah untuk anak kecil, karena anak kecil bukan sasaran hadits ini” (Aunul Ma’bud II / 161)
Setelah kita mengenal bahwa mendidik anak untuk salat merupkan kewajiban orang tua, maka jika ia melalaikan kewajibannya maka ia akan diminta pertanggungjawabannya. Rasulullah r bersabda:
“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian bertanggung jawab atas yang ia pimpin, seorang amir adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas keluarganya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, maka ia bertanggung jawab atasnya. Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang ia pimpin” (diriwayatkan oleh Bukhari no 7138 dan Muslim 1829)
Disebutkan dalam hadits ini “seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas keluarganya”, maksudnya adalah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya terlebih khusus pendidikan agama.
Kedua : waktu tepat mengajari dan memerintahkan anak untuk salat
Setelah mengetahai bahwa mendidik anak untuk salat merupakan kewajiban orang tua, lalu kapankah orang tua mulai medidik anaknya untuk salat?
Perlu diketahui, mendidik anak untuk salat itu melalui beberapa tahap, yaitu : mengajarkan dan membiasakan anak salat, memerintahkan anak untuk salat, dan yang ketiga adalah memukul anak jika enggan atau membangkang saat diperintah untuk salat.
Tahap pertama, yaitu tahapan mengajarkan dan membiasakan anak salat harus dilakukan sebelum anak mencapai umur tujuh tahun. Karena saat anak berumur tujuh tahun, ia sudah diperintahkan untuk salat, bagaimana mungkin anak akan menjalankan salat jika belum diajari dan dibiasakan salat sebelumnya?
Di antara perkataan salaf yang mendukung bahwa anak sudah mulai diajari salat sebelum berumur tujuh tahun adalah perkataan Ibnu Umar, “Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- mulai mengajari anak-anak salat saat mereka bisa membedakan mana kanan mana kiri”.
Jundub bin Tsabit berkata, “Mereka mengajari anak-anak untuk salat saat mereka bisa berhitung sampai angka dua puluh”.
Kedua atsar ini menjelaskan bahwa mengjari anak salat dilakukan sebelum anak berusia tujuh tahun, karena usia-usia tersebut anak sudah mampu membedakan mana kanan dan mana kiri dan sudah mampu berhintung sampai angka dua puluh. Anak yang sudah bisa membedakan kanan kiri atau menghitung hingga angka dua puluh tidah harus berusia tujuh tahun.
Selain itu, makna sabda Nabi -shalallohu alaihi wa sallam- “perintahkanlah anak-anakmu untuk salat” secara implisit merupakan perintah kepada orang tua untuk mengajari anak-anak salat, termasuk rukun-rukun salat, syarat-syarat sah salat, dan lain sebagainya.
Adapun waktu untuk memerintahkan anak salat adalah saat anak berusia tujuh tahun. Karenanya, Imam Abu Dawud membuat bab khusus dalam kitabnya “Bab kapan anak diperintahkan untuk salat” lalu menyebutkan hadits di atas. Perlu dipahami, bahwa memerintahkan anak untuk salat saat mereka berusia tujuh tahun bukanlah perintah bersifat wajib, namun perintah untuk membiasakan anak salat.
Imam Asy Syaukani menyebutkan dalam nailul author, “Bab diperintahkannya anak kecil untuk salat sebagai pembiasaan bukan pengharusan”.
Mengapa harus usia tujuh tahun, di antara hikmahnya adalah:
- Anak usia tujuh tahun sudah mulai meluas lingkungan bermainnya dan pengetahuannya, maka harus diimbangi dengan lingkungan agamis dan pengetahuan islami.
- Masa-masa paling bagus bagi anak belajar segala macam ketrampilan, maka jika ia telah trampil menjalankan salat, niscaya ia akan menjaga salatnya saat telah tumbuh dewasa.
- Anak usia tujuh tahun telah bisa membedakan, dan ia selalu melakukan perbuatan yang diperintahkan orang tuanya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang tuanya, sehingga jika diperintahkan untuk salat niscaya ia segera memenuhinya. Berbeda saat anak telah berusia sebelas tahun, maka memenuhi perintah orang tua tanpa ada perdebatan dulu merupakan sifat kekanak-kanakan menurut mereka. Dan jika anak telah tumbuh dewasa, maka jika ia bisa membantah perintah kedua orang tua biasanya ia akan merasa bahwa dirinya telah dewasa.
Ketiga : Bolehnya memukul saat mendidik anak
Setelah orang tua mengajari anak tata cara salat secara bertahap dan mengajaknya melaksanakan salat, maka orang tua juga harus memerintahkan anaknya saat usia tujuh tahun dengan memberi motivasi dan ajakan yang baik agar anak terbiasa salat. Kemudian saat anak usia sepuluh tahun, maka ia diperintahkan dengan perintah yang bersifat wajib, agar anak mau mengerjakan salat. Jika anak enggan atau tidak memenuhi seruan orang tua, maka orang tua boleh memberikan pukulan mendidik yang bisa membuat mereka jera dan tidak menyakiti.
Perlu diperhatikan di sini, bahwa memukul adalah cara terakhir untuk mendidik anak. Maksudnya, sebelum memukul harus menempuh cara-cara lainnya terlebih dahulu, seperti menasihati, kemudian memperingatkan dengan keras, memberi ancaman hukuman jika memang anak termasuk orang yang jera hanya dengan ancaman. Jika ketiga cara ini tidak mempan, barulah ia memukul anaknya.
Tentunya, saat memukul harus memperhatikan bebarapa hal sebagai berikut:
- Tidak lebih dari sepuluh kali, karena tujuan memukul adalah mendidik bukan menyakiti.
Hal ini sesuai sabda rasulullah r :
لاَ يُجْلَدُ فَوْقَ عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلاَّ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه
“Tidak boleh memukul lebih dari sepuluh kali kecuali dalam hukuman pasti dari hukuman-hukuman yang Allah tentukan” (diriwayatkan oleh Bukhari no 6848)
- Tidak memukul wajah, karena di wajah terdapat mata, hidung, mulut, lisan, dan bagian-bagian vital lainnya. Sehingga jika salah satu dari bagian ini cidera atau terganggu maka akan hilang fungsi vital dari organ tersebut.
Rasulullah r bersabda:
إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ
“apabila salah seorang di antara kalian hendak memukul, hendaklah ia menjauhi wajah” (diriwayatkan oleh Ahmad no 7552)
- Tidak memukul pada anggota tubuh yang vital dan membahayakan, seperti kemaluan, perut dan yang semisalnya.
- Tidak memukul saat emosi dan marah. Karena marah hanya akan menyeret pelakunya kepada kebrutalan. Sehingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya.
Jika orang tua memukul anaknya sesuai ketentuan-ketentuan di atas, maka hal ini diperbolehkan dan ia tidak berdosa. Adapun memukul anak dengan pukulan yang kelewat batas, maka ia berdosa. Hendaklah ia selalu ingat sabda rasulullah r :
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاه
“Sesungguhnya Allah maka lembut dan menyukai kelembutan, Allah memberikan manfaat atas kelembutan dengan manfaat yang tidak diberikan atas kekerasan dan tidak diberikan kepada yang lainnya pula” (diriwayatkan oleh Muslim no 6766)
Demikianlah, sedikit pelajaran yang bisa kita petik dari sabda nabi r tentang cara mendidik anak untuk salat, semoga Allah mengaruniakan kepada kita anak-anak yang solih dan solihah yang akan menjadi penyejuk mata kedua orang tuanya. Wallahu a’lam. (ditulis oleh Agus Susehno, Lc)