Anjuran Melihat Ke Bawah Dalam Urusan Dunia
Disusun oleh Abu Rufaid Agus Susehno, Lc., M.H.
Syariat Islam adalah syariat yang sempurna. Tidak ada permasalahan melainkan Islam telah memberikan solusi yang tepat. Termasuk permasalahan perpedaan status sosial di Masyarakat. Perbedaan status sosial di Masyarakat seringkali menimbulkan iri hati, hasad, dan dengki. Bahkan tidak jarang bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindak kriminal. Dan yang paling parah, saat perbedaan status sosial di Masyarakat, membuat seseorang jatuh ke dalam kesyirikan karena mengingkari takdir dan ketentuan Allah.
Di antara solusi bagi setiap individu muslim dalam menyikapi perbedaan status sosial adalah melaksanakan apa yang disampaikan oleh Rasulullah –shalallohu alaihi wa sallam– dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي اللّه عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صلّى اللّه عليه وسلّم اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian. Dengan demikian kalian tidak akan meremehkan nikmat yang telah Allah ﷻ berikan kepada kalian.” (HR Muslim No. 2963)
Makna Melihat Kebawah
Melihat kebawah dalam hadits ini disebutkan secara umum, namun yang dimaksud adalah khusus, yaitu melihat dalam urusan dunia. Urusan dunia di sini mencakup masalah keluarga, masalah kedudukan, masalah harta, masalah ilmu, atau masalah-masalah lainnya hingga termasuk kondisi fisik seseorang.
Makna di atas didukung oleh sabda Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadit dari Abu Hurairah –radhiyallohu anhu– Nabi –shalallohu alaihi wa sallam– bersabda :
إَذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الماَلِ وَالخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan rupa, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits ini, menjelaskan kepada kita bahwa seluruh hal yang bersifat duniawi, dari mobil, rumah, makanan, istri, anak, isi perabot di rumah, hp, motor, gaji, dan lain sebagainya, kita harus mampu melihat ke yang lebih bawah. Adapun masalah akhirat maka kita harus berlomba-lomba dalam kebaikan. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa masalah akhirat harus berlomba lomba adalah sebagai berikut :
Allah -azza wa jalla- berfirman:
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian (yaitu kenikmatan-kenikmatan surga), hendaknya orang-orang yang berlomba itu berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifīn: 26)
Allah – azza wa jalla- juga berfirman:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)
Allah -azza wa jalla- berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
“Berlomba-lombalah untuk meraih ampunan Allah. Dan berlomba-lombalah untuk segera meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Ali ‘Imran: 133)
Rasulullah –shalallohu alaihi wa sallam– memerintahkan kita untuk melihat ke yang lebih bawah dalam urusan dunia, karena memang fitrahnya manusia seringkali melihat ke yang lebih atas dalam urusan dunia. Rasulullah –shalallohu alaihi wa sallam– bersabda :
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki dua lembah harta, dia pasti akan mencari lembah yang ketiga. Seorang anak Adam tidak akan berhenti mengejar dunia, kecuali ketika tanah sudah menyumpal mulutnya (jenazahnya telah dikebumikan). (H.R. Bukhori 6429)
Oleh karena itu, di antara solusinya saat terbesit dalam hati seseorang bahwa ia kalah dari orang lain dalam urusan dunia, hendaknya ia berusaha mengalahkan orang tersebut dalam urusan akhirat. Alhasan Al Bashri -rahimahulloh- berkata, “Jika kamu kalah dengan orang lain dalam masalah dunia, maka jangan kalah dalam masalah akhirat”.
Hikmah Melihat Kebawah dalam urusan dunia
Ada perbedaan tingkat sosial dan juga perbedaan fisik adalah sunatullah. Dan sunatullah pasti memiliki hikmah. Di antara hikmah adanya perbedaan Tingkat sosial dan perbedaan fisik adalah apa yang dijelaskan oleh Allah -ta’ala- dalam firmanNya :
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS. Azzukhruf : 32)
Akan tetapi adanya perbedanya tingkat sosial bisa melahirkan kecemburuan sosial. Dan kecemburuan sosial ini bisa diantisipasi dengan mengamalkan nasihat Rasulullah dalam hadits ini, sehingga hati lebih tenang dan tentram.
Jika kita mendapatkan seorang suami yang menilai istrinya jelek “istriku kok seperti ini”, karena melihat artis di televisi, karena suami melihatnya ke atas. Demikian juga jika ada seseorang yang sedang kesulitan lalu menganggap dirinya paling sial, di antara sebabnya ia melihat ke atas, padahal sebenarnya sesial sial seseorang, pasti ada orang lain yang lebih sial.
Kisah Ulama yaitu Abu Kilabah, Abdullah bin zaid wafat 104 Hijriah. Ada tentara yang ditugasi jaga di daerah pinggiran. Saat patroli, ia melihat sebuah tenda yang sobek dan kumuh, maka bertanya dalam hatinya tentang pemiliknya. Akhirnya, ia mencoba mendekat, setelah mendekat ia mendapati bahwa yang tinggal di tenda yang sudah sobek dan kumuh adalah kakek yang tidak punya kedua tangan alis buntung, demikian juga kakinya dan juga matanya buta telinganya tulis. Yang berfungsi hanya lisan. Ia berdoa, “Ya Allah, bantulah aku agar bisa bersyukur kepadaMu”.
Jika kita merenungi kisah di atas, mungkin banyak di antara kita yang bertanya, nikmat apa yang didapatkan kakek tadi sehingga ia berdoa kepada Allah agar mampu bersyukur atas nikmatNya, padahal sang kake hidup dalam kesulitan besar.
Intinya, hadits ini mengajarkan kita agar pandai bersyukur dan qonaah. Dengan pandai syukur serta qonaah, maka kita akan lebih tenang dan tidak gampang galau. Apapun yang telah Allah tetapkan, maka kita akan bersyukur dan hiduppun lebih tenang.
Kapan melihat ke atas?
Mungkin seseorang bertanya, kapan kita melihat ke atas, bukankah kalau melihat ke bawah terus akan membuat kita berjalan di tempat dan tidak maju maju?
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.” HR. Muslim no. 2664.
عن أبي كبشة الأنماري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مثل هذه الأمة مثل أربعة نفر رجل آتاه الله مالا وعلما فهو يعمل به في ماله فينفقه في حقه ورجل آتاه الله علما ولم يؤته مالا فهو يقول لو كان لي مثل ما لهذاعملت فيه مثل الذي يعمل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فهما في الأجر سواء ورجل آتاه الله مالا ولم يؤته علما فهو يخبطفيه ينفقه في غير حقه ورجل لم يؤته الله مالا ولا علما فهو يقول لو كان لي مال مثل هذا عملت فيه مثلالذي يعمل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فهما في الوزر سواء
Dari Abu Kabsyah al Anmari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“Permisalan umat ini seperti empat kelompok, yaitu 1) Seorang yang Allah berikan harta dan ilmu, maka dia beramal dengannya (yaitu dengan ilmunya) terhadap hartanya, dia infakkan hartanya sesuai dengan kewajibannya (dia infakkan untuk kebaikan, untuk dakwah,membangun sekolah, zakat dan lain-lain); 2) Seseorang, yang Allah berikan ilmu, tapi tidak Allah berikan harta, dia berkata Anda aku punya sesuatu (yaitu harta) seperti dia (yaitu kelompok pertama), niscaya aku akan berbuat seperti yang dia perbuat (yaitu berinfak di jalan kebenaran)”. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, maka mereka berdua mendapatkan pahala yang sama” (perhatikan yang selanjutnya); 3) Seseorang yang Allah berikan harta, namun tidak Allah berikan ilmu, dia menghabiskan hartanya dan dia keluarkan hartanya pada tempat yang bukan haknya” (yaitu dia gunakan untuk sesuatu yang haram); 4) Seseorang yang Allah tidak berikan harta dan tidak pula ilmu, dan dia mengatakan, seandainya punya harta seperti dia (yakni golonga yang ketiga, punya harta tapi tak punya ilmu), niscaya aku akan berbuat seperti orang itu”. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, maka mereka berdua mendapatkan dosa yang sama” (HR Ahmad)
Jadi, kita boleh melihat ke atas saat mendorong kita ke arah yang lebih baik, dan saat telah berusaha namun tidak sesuai yang diharapkan maka melihat ke bawah agar bersyukur.