ARTIKELArtikel GuruParenting

Metode Pendidikan Anak Usia Dini Sebelum Tamyiz (Bagian Pertama/Parenting 007)

Metode Pendidikan

Mendidik anak usia dini sebelum tamyiz tidak bisa disamakan dengan mendidik anak usia dini setelah tamyiiz, apalagi anak yang telah dewasa. Mendidik anak usia dini sebelum tamyiiz membutuhkan metode khusus dan sarana yang mendukung metode tersebut.

Dalam mendidik anak harus mengikuti metode yang telah digariskan oleh islam, karena hukum asal metode adalah mengikuti dalil. Adapun sarana maka boleh berinovasi selama tidak melanggar ketentuan syariat, karena hukum asal sarana adalah mubah.

Adapun metode atau sarana yang tidak bertentangan dengan islam di antaranya adalah sebagai berikut :

Pertama: Metode cerita yang terarah

Untuk menanamkan kejujuran, amanah, menunaikan kewajiban, keberanian, sayang terhadap fakir miskin, menghormati orang yang lebih tua, dan sifat sifat terpuji lainnya, kita bisa menggunakan metode cerita.

Cerita yang dimaksud adalah menceritakan kisah nyata bukan kisah fiktif apalagi fiktif yang tidak masuk akal atau bahkan mengadung kesyirikan. Kisah nyata yang disebutkan dalam buku buku islam banyak sekali, terlebih khusus yang disebutkan dalam buku buku biografi para salaf. Banyak buku yang menceritakan kepahlawanan para salaf di peperangan rasululullah, biografi para sahabat, biografi para imam dan pemimpin. Semuanya tertulis rapi, sehingga kita tidak lagi membutuhkan kisah kisah khayalan atau fiktif.

Kisah fiktif yang penuh dengan khurofat hanya akan menjauhkan anak dari niai nilai islam. Misalnya kisah seorang yang mampu masuk ke perut burung, kemudian mampu masuk ke kamar orang lain untuk mencari kabar. Kisah seperti ini hanya akan menanamkan anak suka memata matai orang lain dan hanya menjauhkan anak dari dunia nyata.

Dalam menyampaikan kisah kepada anak usia dini tentunya perlu cara khusus, yaitu dengan bahasa yang sesuai tingkat bahasa anak anak, dan dengan cara yang menarik.

Kedua : Metode permainan yang terarah

Anak usia dini sebelum tamyiiz membutuhkan hiburan dan permainan. Bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak. Bahkan memberikan kegemberiaan kepada anak usia dini suatu hal yang disyariatkan. Di antara metode yang bisa digunakan untuk memberikan kegembiraan kepada anak adalah permainan. Dalam memberikan permainan harus memperhatikan manfaat yang akan diraih dari permainan tersebut. Tujuan memberikan permainan selain memberikan kebahagiaan adalah melatih gerak motorik anak, menumbuhkembangkan daya pikir anak, melatih anak dalam berkomunikasi dengan orang lain, melatih anak bekerjasama, melatih anak mengemban tugas yang terkadang berat, dan tujuan-tujuan lainnya.

Mendidik anak dengan metode permainan atau mainan telah dicontohkan oleh para salaf. Di antaranya ketika para sahabat melatih anak-anak mereka untuk berpuasa, maka saat anak-anak mereka menangis lapar, para sahabat memberikan mainan yang menghibur kepada mereka. (silahkan lihat di hadits yang diriwayatkan imam bukhori dalam kitab syiam no 1824)

Al Hasan bin Ali berkata saat ada yang melarang anak-anak bermain, “Biarkan mereka, sesungguhnya permainan adalah tempat mereka” (Fathul Baari 10/528)

Dalam memberikan permainan kepada anak usia dini sebelum tamyiiz harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya :

  • Menjauhi permainan yang tidak mendidik bahkan menafikan akhlak dan karakter seorang muslim meskipun sangat menarik dan menyita perhatian anak.
  • Menjauhi permainan yang membahayakan fisik anak
  • Memperhatikan waktu bermain jangan sampai menyita kegiatan positif lainnya
  • Waspada terhadap permainan pada gadget dan semisalnya
  • Memperhatikan tempat bermain, kapan di dalam ruangan dan kapan di luar ruangan

Ketiga : Metode Eksperimen

Metode eksperimen atau percobaan adalah cara penyajian pelajaran, di mana anak melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Eksperimen ini tidak harus sesuatu yang rumit karena anak usia dini belum bisa menganalisis dengan cermat dan teliti.

Di antara contoh eskperimen yang mungkin bisa dilakukan adalah eskperimen mematahkan satu lidi dan satu ikat lidi untuk menunjukkan pentingnya kerjasama atau persatuan, mengajarkan bahwa yang lemah bisa menjadi kuat dengan bekerjasama, dan juga mengajarkan anak mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar.

Dalam menerapkan metode ini sebaiknya pendidik menghindari penggunaan bahan-bahan yang berbahaya, dikhawatirkan anak akan mencoba eksperimen tersebut tanpa sepengetahuan pendidik sehingga bisa berakibat fatal.

Keempat : Metode latihan atau training

Seseorang yang terbiasa melakukan suatu hal baik atau suatu sikap positif insya Allah lambat laun akan menjadi karekter seseorang. Untuk merubah suatu sikap dan kebiasaan positif yang belum dimiliki agar menjadi tabiat atau karakter bisa menggunakan metode pembiasak\an atau latihan secara terus menerus. Jika seseorang terbiasa membaca alhamdulillah saat bersin, insya Allah dengan sendirinya ia akan membaca alhamdulillah saat bersin meskipun sedang sibuk.

Metode latihan atau pembiasaan juga telah dilakukan oleh para salaf. Di antaranya adalah Abdullah bin Mas’ud  berkata, “Biasakanlah anak anakmu menjaga salat, ajarkanlah kebaikan kepada mereka, sesungguhnya kebaikan itu adalah kebiasaan” (H.R. Al Baihaqi 3/84)

Rasulullah juga memberikan motivasi kepada para sahabat yang membiasakan anak-anak kecil mereka melakukan ibadah haji.  Padahal anak kecil tersebut mungkin tidak memahami makna ibadah haji, namun rasulullah mengizinkan dan menjanjikan pahala bagi Ibunya. Rasulullah berkata kepada seorang wanita yang mengangkat anaknya dan menanyakan perihal ibadah haji anaknya, “Ia, dia boleh ibadah haji dan kamu mendapatkan pahala” (H.R. Muslim no : 2378)

Demikian pula saat para wanita sahabat membawa anak-anak mereka ke masjid, kemudian sebagian anak anak kecil menangis, maka Rasulullah tidak melarang anak-anak diajak ke masjid, bahkan beliau meringankan bacaan salat demi anak-anak tersebut. Ini semua untuk pembiasaan dan latihan kebaikan sejak dini. Adapun hadits yang melarang mengajak anak ke masjid , maka haditsnya lemah menurut para ulama ahli hadits.

Perlu diingat, tujuan melatih adalah membiasakan kebaikan sejak dini agar menjadi karakter anak tersebut. Adapun fenomena anak yang dibawa ke masjid dan dibiarkan berlarian dan mengganggu orang yang sedang shalat tanpa diarahkan dan tanpa ditegur maka tidak termasuk pembiasaan kebaikan pada anak usia dini.

Demikian beberapa metode dan sarana yang tidak melanggar syariat, semoga kita termasuk orang tua yang diberi hidayah dan kemudahan untuk mendidik anak sang buah hati kita. (Ditulis oleh : Agus Susehno, Lc)

Related Articles

Tanggapan Anda

Back to top button